Kls xi wajib. adalah Membuat naskah drama ( monolog dan dialog ) dengan tema Religi
Kemudian dianalisis unsur intrinsik dan ekstrinsiknya.
DATA SISWA YANG RESPON
Sabtu, 16 Mei 2020
Jumat, 15 Mei 2020
Jumat, 15 Mei 2020 XI IPA4
Pahala Sedekah dan Berbagi di Bulan Ramadhan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa bulan ramadhan adalah salah satu deretan bulan yang mulia di antara bulan lainnya. Di dialam ramadhan dianjurkan untuk memperbanyak amalan utama serta doa untuk meraih ampunan Allah SWT.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa bulan ramadhan adalah salah satu deretan bulan yang mulia di antara bulan lainnya. Di dialam ramadhan dianjurkan untuk memperbanyak amalan utama serta doa untuk meraih ampunan Allah SWT.
Dari kesekian banyak amaliyah ramadhan, salah satu amalan yang tidak luput
dikerjkan oleh Nabi Saw adalah memperbanyak sedekah. Dari Ibnu Abbas, ia
berkata: “Nabi SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih
dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau Saw ditemui Jibril untuk membacakan
kepadanya Al-Qur’an. Jibril menemui beliau SAW setiap malam pada bulan
Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur’an. Rasulullah SAW ketika ditemui
Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.”
[Bukhari & Muslim]
Hadits ini diriwayatkan juga oleh imam Ahmad dengan tambahan: “Dan
beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya.” Dan menurut
riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah ra: “Rasulullah SAW jika masuk bulan
Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta.”
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah SWT pun
bersifat Maha Pemurah, Allah Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada
waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW adalah manusia yang paling dermawan, juga paling mulia,
paling berani dan amat sempurna dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan
beliau SAW pada bulan Ramadhan berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya,
sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.
Meneladani Sifat Dermawan Nabi SAW saat Bulan Ramadhan
Sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas, berbagi dan bersedakah
merupakan salah satu ibadah utama ramadhan yang
harus dilakukan oleh tiap muslim yang mampu untuk mengerjakannya. Beberapa
alasan berikut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengikuti jejak
Rasulullah SAW di bulan ramadhan:
1. Kesempatan Mendulang Pahala
Sedekah dan berbagi di bulan ramadhan merupakan kesempatan yang amat berharga
untuk melipatgandakan amal kebaikan. Bila kita memiliki rezki yang lebih tidak
ada salahnya untuk disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat,
agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; siapa yang membekali orang yang
berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang, dan siapa
yang menanggung dengan baik keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh
pula seperti pahala orang yang berperang.
Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau Saw bersabda: “Barangsiapa memberi makan kepada orang
yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa
menguuangi sedikitpun dari pahalanya.” [HR. Ahmad dan At-Tirmidzi].
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan
rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar
Allah SWT melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat kasih, maka
barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha Pemurah
kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis dengan amal
perbuatan.
2. Kesempatan Meraih Surga
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga.
Dinyatakan dalam hadits Ali ra, bahwa Nabi Saw bersabda: “Sungguh di
Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat dari dalam dan
bagian dalamnya dapat dilihat dari luar.” Maka berdirilah kepada beliau seorang
Arab Badui seraya berkata: “Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai
Rasulullah?” Jawab beliau Saw: “Untuk siapa saja yang berkata baik, memberi
makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam keadaan
tidur.” [HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini gharib].
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang
mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena
pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan
keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada
Allah SWT.
3. Kesempatan Menghapus Dosa
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan
dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah lagi
shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi SAW bersabda:
“Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana
perisai dalam peperangan” [HR. Ahmad, An-Nasa’i & Ibnu Majah dari
Ustman bin Abil-‘Ash] juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya
serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda: “Puasa
itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka“.
Dan hadis Mu’adz yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sedekah
dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air
memadamkan api“. [HR. At-Tirmidzi.
4. Menambal Kekurangan Puasa
Dalam puasa tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Namun puasa
dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti
dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak
terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah
kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir
Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Jika ia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan
minum maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena
Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain.
Untuk itu disyari’atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang
yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka
hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk
orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang yang
bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan
kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh
nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan. [Lihat
kitab Larhaa’iful Ma’arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178]
Semoga Allah SWT melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi kita Muhammad Saw, segenap keluarga dan sahabatnya.
XI IPA4
https://forms.gle/Vpsz5N1pfR766wY9A
Rabu, 13 Mei 2020
Rabu, 13 Mei 2020. XI IPS1. XI IPS3
Berpuasa tapi
Meninggalkan Sholat, Bagaimana Keadaan Puasanya?
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya.
Rasulullah SAW bersabda: “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat,
barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Para penulis
kitab Sunan dari hadits Buraidah) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih,
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda:“(Batas) antara seseorang
dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, Abu Daud,
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah SWT berfirman: “Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqaan: 23).
Berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah SWT,
niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang
beterbangan. Demikian halnya dengan meninggalkan shalat 5 Waktu atau
mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan
dikenai ancaman yang keras. Allah SWT berfirman:”Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
(Al-Maa’un: 4-5).
Mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi SAW tidak
mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang
menuntunnya ke masjid, bagaimana pula dengan orang yang pandangannya tajam dan
sehat yang tidak memiliki udzur?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan
pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya.
Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)?
Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah,
bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Baca Juga:
Bagaimanakah Keadaan Puasa Orang yang Lalai Sholat Subuh? Sholat 5 Waktu?
Terkait dengan hukum meninggalkan sholat subuh telah kami singgung di
bagian awal tulisan ini, bahwa pelakunya termasuk dari golongan orang kafir
(HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) Karena kekafiran
maka puasa orang tersebut menjadi tidak sah (baca: pengertian kafir)
Puasa orang yang ketiduran saat sholat
subuh sedang berlangsung?
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا
فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya)
adalah dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al
Albani)
Menurut hadis ini, bagi orang yang tertidur dan meninggalkan sholat dengan
tidak sengaja maka untuk menebus dosanya, ia harus sholat saat terbangun
(ingat). Hal ini juga berlaku bagi orang yang lupa dan tidak mendengarkan
Adzan.
Perhatian: Karena ada hadis yang menyebutkan adanya pemaafan bagi orang
yang tidak sengaja meninggalkan sholat dengan cara menebusnya (menurut kami
berdampak pada pahala akan berkurang) maka hadis ini tidak dapat dijadikan
patokan untuk lalai dalam menjalankan sholat 5 waktu.
Misalnya waktu subuh hanya beberapa menit atau sejam maka tidak dibenarkan jika
ia tidur menjelang sholat subuh (berlaku juga bagi sholat lain, Dzuhur, Ashar,
Magrib dan Isya’).
Meskipun waktu sholat menyisakan beberapa jam menjelang sholat (2, 3 hingga
beberapa Jam) Namun dikhawatirkan tidak bangun saat sholat akan didirikan, maka
tidak dibenarkan pula tidur dengan cara demikian.
Hukum Puasa bagi Orang yang Tidak Sholat
Tarawih Berjamaah?
Untuk penjelasan tentang Kemuliaan dan Perbedaan Pendapat terkait dengan
sholat tarawih, dapat Anda baca pada artikel kami Permasalahan Seputar Sholat
Tarawih. Terkait dengan permasalah ini, Akan kami Jelaskan secara ringkas di
bawah ini.
Hukum sholat tarawih adalah sunnah, seperti halnya dengan sholat sunnah
lainnya. Hal ini pernah terjadi pada masa Nabi SAW dimana Sholat Tarawih hanya
dilangsungkan selama 3 hari. Sebagaimana hadis yang dikeluarkan oleh An-Nasai
dan Ibnu Majah: Abu Dzar menceritakan,
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ، فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْهُ، حَتَّى بَقِيَ
سَبْعُ لَيَالٍ، فَقَامَ بِنَا لَيْلَةَ السَّابِعَةِ حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ
ثُلُثِ اللَّيْلِ، ثُمَّ كَانَتِ اللَّيْلَةُ السَّادِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا،
فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ الْخَامِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا، ثُمَّ قَامَ
بِنَا حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ. فَقَالَ: «إِنَّهُ مَنْ قَامَ
مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ» ثُمَّ
كَانَتِ الرَّابِعَةُ الَّتِي تَلِيهَا، فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ
الثَّالِثَةُ الَّتِي تَلِيهَا، قَالَ: فَجَمَعَ نِسَاءَهُ وَأَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ
النَّاسُ، قَالَ: فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ،
قَالَ: ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ بَقِيَّةِ الشَّهْرِ
Kami berpuasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan
ramadhan. Beliau tidak pernah mengimami shalat malam sama sekali, hingga
ramadhan tinggal 7 hari. Pada H-7 beliau mengimami kami shalat malam, hingga
berlalu sepertiga malam. Kemudian pada H-6, beliau tidak mengimami kami. Hingga
pada malam H-5, beliau mengimami kami shalat malam hingga berlalu setengah
malam. Kamipun meminta beliau, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita tambah
shalat tarawih hingga akhir malam?’ Kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang
shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala
shalat tahajud semalam suntuk.’ Kemudian H-4, beliau tidak mengimami jamaah
tarawih, hingga H-3, beliau kumpulkan semua istrinya dan para sahabat. Kemudian
beliau mengimami kami hingga akhir malam, sampai kami khawatir tidak
mendapatkan sahur. Selanjutnya, beliau tidak lagi mengimami kami hingga
ramadhan berakhir. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
Kesimpulan: Puasa tetap sah meskipun tidak sholat tarawih.
Catatan Penting Bagi Orang yang yang
sedang menalankan Ibdah Puasa
1. Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak
karena riya’ (agar dilihat orang), sum’ah (agar didengar orang), ikut-ikutan
orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang
memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah SWT
mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi
Allah SWT dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib
menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain.
Karena itu Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat
malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah SWT, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada
malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘Alaih).
2. Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan
(keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar
kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang
sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha’ atasnya, (tetapi)
barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha’ puasanya.” (HR. Imam Lima
kecuali An-Nasa’i) (Al Arna’uth dalam Jaami’ul Ushuul, 6/29 berkata : “Hadits
ini shahih”).
3. Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats
besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan
wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan
tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia
tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan
shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan
terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi
hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit
matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan
shalat jamaah.
4. Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan
darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu
anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi
jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik
dan selamat, sebab Rasulullah SAW bersabda: “Tinggalkan apa yang membuatmu
ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu.” (HR. An-Nasa’i dan At-Tirmidzi,
ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda : “Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai
syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya.”
(Muttafaq ‘Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan,
sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush
Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
5. Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu
sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.XI IPS1
https://forms.gle/iKY8GVKcXMdUQTCf9
XI IPS3
https://forms.gle/9mAaox5pVJxDEbcz8
Selasa, 12 Mei 2020
Selasa, 12 Mei 2020
Berpuasa tapi
Meninggalkan Sholat, Bagaimana Keadaan Puasanya?
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya.
Rasulullah SAW bersabda: “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat,
barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Para penulis
kitab Sunan dari hadits Buraidah) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih,
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda:“(Batas) antara seseorang
dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, Abu Daud,
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah SWT berfirman: “Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqaan: 23).
Berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah SWT,
niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang
beterbangan. Demikian halnya dengan meninggalkan shalat 5 Waktu atau
mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan
dikenai ancaman yang keras. Allah SWT berfirman:”Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
(Al-Maa’un: 4-5).
Mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi SAW tidak
mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang
menuntunnya ke masjid, bagaimana pula dengan orang yang pandangannya tajam dan
sehat yang tidak memiliki udzur?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan
pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya.
Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)?
Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah,
bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Baca Juga:
Bagaimanakah Keadaan Puasa Orang yang Lalai Sholat Subuh? Sholat 5 Waktu?
Terkait dengan hukum meninggalkan sholat subuh telah kami singgung di
bagian awal tulisan ini, bahwa pelakunya termasuk dari golongan orang kafir
(HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) Karena kekafiran
maka puasa orang tersebut menjadi tidak sah (baca: pengertian kafir)
Puasa orang yang ketiduran saat sholat
subuh sedang berlangsung?
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا
فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya)
adalah dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al
Albani)
Menurut hadis ini, bagi orang yang tertidur dan meninggalkan sholat dengan
tidak sengaja maka untuk menebus dosanya, ia harus sholat saat terbangun
(ingat). Hal ini juga berlaku bagi orang yang lupa dan tidak mendengarkan
Adzan.
Perhatian: Karena ada hadis yang menyebutkan adanya pemaafan bagi orang
yang tidak sengaja meninggalkan sholat dengan cara menebusnya (menurut kami
berdampak pada pahala akan berkurang) maka hadis ini tidak dapat dijadikan
patokan untuk lalai dalam menjalankan sholat 5 waktu.
Misalnya waktu subuh hanya beberapa menit atau sejam maka tidak dibenarkan jika
ia tidur menjelang sholat subuh (berlaku juga bagi sholat lain, Dzuhur, Ashar,
Magrib dan Isya’).
Meskipun waktu sholat menyisakan beberapa jam menjelang sholat (2, 3 hingga
beberapa Jam) Namun dikhawatirkan tidak bangun saat sholat akan didirikan, maka
tidak dibenarkan pula tidur dengan cara demikian.
Hukum Puasa bagi Orang yang Tidak Sholat
Tarawih Berjamaah?
Untuk penjelasan tentang Kemuliaan dan Perbedaan Pendapat terkait dengan
sholat tarawih, dapat Anda baca pada artikel kami Permasalahan Seputar Sholat
Tarawih. Terkait dengan permasalah ini, Akan kami Jelaskan secara ringkas di
bawah ini.
Hukum sholat tarawih adalah sunnah, seperti halnya dengan sholat sunnah
lainnya. Hal ini pernah terjadi pada masa Nabi SAW dimana Sholat Tarawih hanya
dilangsungkan selama 3 hari. Sebagaimana hadis yang dikeluarkan oleh An-Nasai
dan Ibnu Majah: Abu Dzar menceritakan,
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ، فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْهُ، حَتَّى بَقِيَ
سَبْعُ لَيَالٍ، فَقَامَ بِنَا لَيْلَةَ السَّابِعَةِ حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ
ثُلُثِ اللَّيْلِ، ثُمَّ كَانَتِ اللَّيْلَةُ السَّادِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا،
فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ الْخَامِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا، ثُمَّ قَامَ
بِنَا حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ. فَقَالَ: «إِنَّهُ مَنْ قَامَ
مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ» ثُمَّ
كَانَتِ الرَّابِعَةُ الَّتِي تَلِيهَا، فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ
الثَّالِثَةُ الَّتِي تَلِيهَا، قَالَ: فَجَمَعَ نِسَاءَهُ وَأَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ
النَّاسُ، قَالَ: فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ،
قَالَ: ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ بَقِيَّةِ الشَّهْرِ
Kami berpuasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan
ramadhan. Beliau tidak pernah mengimami shalat malam sama sekali, hingga
ramadhan tinggal 7 hari. Pada H-7 beliau mengimami kami shalat malam, hingga
berlalu sepertiga malam. Kemudian pada H-6, beliau tidak mengimami kami. Hingga
pada malam H-5, beliau mengimami kami shalat malam hingga berlalu setengah
malam. Kamipun meminta beliau, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita tambah
shalat tarawih hingga akhir malam?’ Kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang
shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala
shalat tahajud semalam suntuk.’ Kemudian H-4, beliau tidak mengimami jamaah
tarawih, hingga H-3, beliau kumpulkan semua istrinya dan para sahabat. Kemudian
beliau mengimami kami hingga akhir malam, sampai kami khawatir tidak
mendapatkan sahur. Selanjutnya, beliau tidak lagi mengimami kami hingga
ramadhan berakhir. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
Kesimpulan: Puasa tetap sah meskipun tidak sholat tarawih.
Catatan Penting Bagi Orang yang yang
sedang menalankan Ibdah Puasa
1. Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak
karena riya’ (agar dilihat orang), sum’ah (agar didengar orang), ikut-ikutan
orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang
memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah SWT
mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi
Allah SWT dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib
menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain.
Karena itu Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat
malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah SWT, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada
malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘Alaih).
2. Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan
(keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar
kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang
sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha’ atasnya, (tetapi)
barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha’ puasanya.” (HR. Imam Lima
kecuali An-Nasa’i) (Al Arna’uth dalam Jaami’ul Ushuul, 6/29 berkata : “Hadits
ini shahih”).
3. Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats
besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan
wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan
tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia
tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan
shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan
terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi
hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit
matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan
shalat jamaah.
4. Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan
darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu
anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi
jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik
dan selamat, sebab Rasulullah SAW bersabda: “Tinggalkan apa yang membuatmu
ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu.” (HR. An-Nasa’i dan At-Tirmidzi,
ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda : “Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai
syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya.”
(Muttafaq ‘Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan,
sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush
Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
5. Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu
sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.XI IPS 2
https://forms.gle/UtMMdTLWpGTgvDF27
XI BAHASA
https://forms.gle/v2D8GqongGAz8zRU7
Senin, 11 Mei 2020
Senin, 11 Mei 2020
Pahala Sedekah dan Berbagi di Bulan Ramadhan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa bulan ramadhan adalah salah satu deretan bulan yang mulia di antara bulan lainnya. Di dialam ramadhan dianjurkan untuk memperbanyak amalan utama serta doa untuk meraih ampunan Allah SWT.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa bulan ramadhan adalah salah satu deretan bulan yang mulia di antara bulan lainnya. Di dialam ramadhan dianjurkan untuk memperbanyak amalan utama serta doa untuk meraih ampunan Allah SWT.
Dari kesekian banyak amaliyah ramadhan, salah satu amalan yang tidak luput
dikerjkan oleh Nabi Saw adalah memperbanyak sedekah. Dari Ibnu Abbas, ia
berkata: “Nabi SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih
dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau Saw ditemui Jibril untuk membacakan
kepadanya Al-Qur’an. Jibril menemui beliau SAW setiap malam pada bulan
Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur’an. Rasulullah SAW ketika ditemui
Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.”
[Bukhari & Muslim]
Hadits ini diriwayatkan juga oleh imam Ahmad dengan tambahan: “Dan
beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali memberikannya.” Dan menurut
riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah ra: “Rasulullah SAW jika masuk bulan
Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang meminta.”
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi. Allah SWT pun
bersifat Maha Pemurah, Allah Maha Pemurah, kedermawanan-Nya berlipat ganda pada
waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW adalah manusia yang paling dermawan, juga paling mulia,
paling berani dan amat sempurna dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan
beliau SAW pada bulan Ramadhan berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya,
sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.
Meneladani Sifat Dermawan Nabi SAW saat Bulan Ramadhan
Sebagaimana yang telah kami kemukakan di atas, berbagi dan bersedakah
merupakan salah satu ibadah utama ramadhan yang
harus dilakukan oleh tiap muslim yang mampu untuk mengerjakannya. Beberapa
alasan berikut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengikuti jejak
Rasulullah SAW di bulan ramadhan:
1. Kesempatan Mendulang Pahala
Sedekah dan berbagi di bulan ramadhan merupakan kesempatan yang amat berharga
untuk melipatgandakan amal kebaikan. Bila kita memiliki rezki yang lebih tidak
ada salahnya untuk disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk senantiasa taat,
agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; siapa yang membekali orang yang
berperang maka ia memperoleh seperti pahala orang yang berperang, dan siapa
yang menanggung dengan baik keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh
pula seperti pahala orang yang berperang.
Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau Saw bersabda: “Barangsiapa memberi makan kepada orang
yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa
menguuangi sedikitpun dari pahalanya.” [HR. Ahmad dan At-Tirmidzi].
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya dengan
rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul Qadar
Allah SWT melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat kasih, maka
barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha Pemurah
kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis dengan amal
perbuatan.
2. Kesempatan Meraih Surga
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk sebab masuk Surga.
Dinyatakan dalam hadits Ali ra, bahwa Nabi Saw bersabda: “Sungguh di
Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luamya dapat dilihat dari dalam dan
bagian dalamnya dapat dilihat dari luar.” Maka berdirilah kepada beliau seorang
Arab Badui seraya berkata: “Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai
Rasulullah?” Jawab beliau Saw: “Untuk siapa saja yang berkata baik, memberi
makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam keadaan
tidur.” [HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata, hadits ini gharib].
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul bagi orang
mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan baik. Karena
pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor dan perbuatan
keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan pelakunya kepada
Allah SWT.
3. Kesempatan Menghapus Dosa
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat menghapuskan
dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika ditambah lagi
shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi SAW bersabda:
“Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana
perisai dalam peperangan” [HR. Ahmad, An-Nasa’i & Ibnu Majah dari
Ustman bin Abil-‘Ash] juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya
serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.
Diriwayatkan juga oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda: “Puasa
itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka“.
Dan hadis Mu’adz yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sedekah
dan shalat seseorang di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air
memadamkan api“. [HR. At-Tirmidzi.
4. Menambal Kekurangan Puasa
Dalam puasa tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Namun puasa
dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang mesti
dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak
terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah
kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir
Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Jika ia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan
minum maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena
Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain.
Untuk itu disyari’atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang
yang berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka
hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk
orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang yang
bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan
kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh
nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan. [Lihat
kitab Larhaa’iful Ma’arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178]
Semoga Allah SWT melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua). Shalawat dan
salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi kita Muhammad Saw,
segenap keluarga dan sahabatnya.
https://forms.gle/FsJyJLh6bSkq32xf9Jumat, 08 Mei 2020
Jumat, 08 Mei 2020
Berpuasa tapi
Meninggalkan Sholat, Bagaimana Keadaan Puasanya?
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya.
Rasulullah SAW bersabda: “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat,
barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Para penulis
kitab Sunan dari hadits Buraidah) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih,
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda:“(Batas) antara seseorang
dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, Abu Daud,
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah SWT berfirman: “Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqaan: 23).
Berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah SWT,
niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang
beterbangan. Demikian halnya dengan meninggalkan shalat 5 Waktu atau
mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan
dikenai ancaman yang keras. Allah SWT berfirman:”Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”
(Al-Maa’un: 4-5).
Mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi SAW tidak
mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang
menuntunnya ke masjid, bagaimana pula dengan orang yang pandangannya tajam dan
sehat yang tidak memiliki udzur?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan
pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya.
Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)?
Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah,
bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Baca Juga:
Bagaimanakah Keadaan Puasa Orang yang Lalai Sholat Subuh? Sholat 5 Waktu?
Terkait dengan hukum meninggalkan sholat subuh telah kami singgung di
bagian awal tulisan ini, bahwa pelakunya termasuk dari golongan orang kafir
(HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) Karena kekafiran
maka puasa orang tersebut menjadi tidak sah (baca: pengertian kafir)
Puasa orang yang ketiduran saat sholat
subuh sedang berlangsung?
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا
فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya)
adalah dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al
Albani)
Menurut hadis ini, bagi orang yang tertidur dan meninggalkan sholat dengan
tidak sengaja maka untuk menebus dosanya, ia harus sholat saat terbangun
(ingat). Hal ini juga berlaku bagi orang yang lupa dan tidak mendengarkan
Adzan.
Perhatian: Karena ada hadis yang menyebutkan adanya pemaafan bagi orang
yang tidak sengaja meninggalkan sholat dengan cara menebusnya (menurut kami
berdampak pada pahala akan berkurang) maka hadis ini tidak dapat dijadikan
patokan untuk lalai dalam menjalankan sholat 5 waktu.
Misalnya waktu subuh hanya beberapa menit atau sejam maka tidak dibenarkan jika
ia tidur menjelang sholat subuh (berlaku juga bagi sholat lain, Dzuhur, Ashar,
Magrib dan Isya’).
Meskipun waktu sholat menyisakan beberapa jam menjelang sholat (2, 3 hingga
beberapa Jam) Namun dikhawatirkan tidak bangun saat sholat akan didirikan, maka
tidak dibenarkan pula tidur dengan cara demikian.
Hukum Puasa bagi Orang yang Tidak Sholat
Tarawih Berjamaah?
Untuk penjelasan tentang Kemuliaan dan Perbedaan Pendapat terkait dengan
sholat tarawih, dapat Anda baca pada artikel kami Permasalahan Seputar Sholat
Tarawih. Terkait dengan permasalah ini, Akan kami Jelaskan secara ringkas di
bawah ini.
Hukum sholat tarawih adalah sunnah, seperti halnya dengan sholat sunnah
lainnya. Hal ini pernah terjadi pada masa Nabi SAW dimana Sholat Tarawih hanya
dilangsungkan selama 3 hari. Sebagaimana hadis yang dikeluarkan oleh An-Nasai
dan Ibnu Majah: Abu Dzar menceritakan,
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ، فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْهُ، حَتَّى بَقِيَ
سَبْعُ لَيَالٍ، فَقَامَ بِنَا لَيْلَةَ السَّابِعَةِ حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ
ثُلُثِ اللَّيْلِ، ثُمَّ كَانَتِ اللَّيْلَةُ السَّادِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا،
فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ الْخَامِسَةُ الَّتِي تَلِيهَا، ثُمَّ قَامَ
بِنَا حَتَّى مَضَى نَحْوٌ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ. فَقَالَ: «إِنَّهُ مَنْ قَامَ
مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ» ثُمَّ
كَانَتِ الرَّابِعَةُ الَّتِي تَلِيهَا، فَلَمْ يَقُمْهَا، حَتَّى كَانَتِ
الثَّالِثَةُ الَّتِي تَلِيهَا، قَالَ: فَجَمَعَ نِسَاءَهُ وَأَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ
النَّاسُ، قَالَ: فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ،
قَالَ: ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ بَقِيَّةِ الشَّهْرِ
Kami berpuasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan
ramadhan. Beliau tidak pernah mengimami shalat malam sama sekali, hingga
ramadhan tinggal 7 hari. Pada H-7 beliau mengimami kami shalat malam, hingga
berlalu sepertiga malam. Kemudian pada H-6, beliau tidak mengimami kami. Hingga
pada malam H-5, beliau mengimami kami shalat malam hingga berlalu setengah
malam. Kamipun meminta beliau, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita tambah
shalat tarawih hingga akhir malam?’ Kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang
shalat tarawih berjamaah bersama imam hingga selesai, maka dia mendapat pahala
shalat tahajud semalam suntuk.’ Kemudian H-4, beliau tidak mengimami jamaah
tarawih, hingga H-3, beliau kumpulkan semua istrinya dan para sahabat. Kemudian
beliau mengimami kami hingga akhir malam, sampai kami khawatir tidak
mendapatkan sahur. Selanjutnya, beliau tidak lagi mengimami kami hingga
ramadhan berakhir. (HR. Nasai 1605, Ibn Majah 1327 dan dishahihkan Al-Albani).
Kesimpulan: Puasa tetap sah meskipun tidak sholat tarawih.
Catatan Penting Bagi Orang yang yang
sedang menalankan Ibdah Puasa
1. Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak
karena riya’ (agar dilihat orang), sum’ah (agar didengar orang), ikut-ikutan
orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang
memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah SWT
mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi
Allah SWT dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib
menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain.
Karena itu Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat
malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah SWT, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada
malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘Alaih).
2. Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan
(keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar
kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang
sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha’ atasnya, (tetapi)
barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha’ puasanya.” (HR. Imam Lima
kecuali An-Nasa’i) (Al Arna’uth dalam Jaami’ul Ushuul, 6/29 berkata : “Hadits
ini shahih”).
3. Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats
besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan
wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan
tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia
tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan
shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan
terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi
hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit
matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan
shalat jamaah.
4. Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan
darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu
anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi
jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik
dan selamat, sebab Rasulullah SAW bersabda: “Tinggalkan apa yang membuatmu
ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu.” (HR. An-Nasa’i dan At-Tirmidzi,
ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda : “Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai
syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya.”
(Muttafaq ‘Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan,
sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush
Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
5. Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu
sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.XI IPA 4
https://forms.gle/jurzFAMJNPdm7fcRA
Rabu, 06 Mei 2020
Rabu, 06 Mei 2020
Ancaman Bagi Muslim yang Meninggalkan
Puasa
بينا أنا نائم إذ أتاني رجلان ، فأخذا بضبعي، فأتيا بي جبلا وعرا ،
فقالا : اصعد ، فقلت : إني لا أطيقه ، فقالا : إنا سنسهله لك ، فصعدت حتى إذا كنت
في سواء الجبل إذا بأصوات شديدة ، قلت : ما هذه الأصوات ؟ قالوا : هذا عواء أهل
النار ، ثم انطلق بي ، فإذا أنا بقوم معلقين بعراقيبهم ، مشققة أشداقهم ، تسيل
أشداقهم دما قال : قلت : من هؤلاء ؟ قال : هؤلاء الذين يفطرون قبل تحلة صومهم
Ketika aku tidur,
aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan
membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”. Lalu kukatakan,
”Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata,”Kami akan
memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan
gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu aku bertanya,”Suara apa
itu?” Mereka menjawab,”Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.” Kemudian
dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang
bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari
robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya,”Siapakah
mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Mereka adalah
orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.” [HR. Abu Daud]Meskipun hadis ini adalah mimpi Nabi SAW dan beberapa ulama mendaifkannya. kita dapat mengambil pelajaran bahwa seoarang yang tidak menjalankan ibadah (berbuka tanpa uzur yang dibenarkan) diibaratkan seperti manusia yang disiksa dengan cara yang mengerikan.
Selain hadis ini ada beberapa ancaman bagi yang meninggalkan puasa, yang akan kami uraikan di bawah ini:
Pertama: Ia melanggar perintah allah SWT dalam menyempurnakan ibadah (membatalkan puasa sebelum waktu berbuka). Allah SWT berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا
الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam [QS Al-Baqarah: 187]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Hai orang-orang
yang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasulnya dan janganlah
kamu membatalkan amal-amalmu [QS. Muhammad: 33]Kedua: Ia telah menjerumuskan diri pada perangkap syahwat. Seorang muslim yang tidak menuntasknpuasanya karena menuruti keinginan syahwatnya, berarti ia telah terperangkap dalam jeratan syahwat yang sangat ditakutkan Rasulullah SAW. Sebagaimana dalam Sabdanya:
Aku mengkhawatirkan atas umatku syirik dan syahwat tersembunyi. Abu Umamah bertanya, “wahai Rasulullah, Apakah umatmu akan melakukan kesyirikan setelahmu? Beliau menjawab, ya memang meraka tidak menyembah matahri, bulan batu dan berhala. Akan tetapi mereka memamerkan perbuatan mereka. Sedang syahwat tersembunyi adalah apabila salah seorang diantara kamu di pagi hari berpuasa lalu syahwatnya menggodanya hingga ia meninggalkan puasanya. [HR Ahmad]
Ketiga: Ia menjerumuskan diri terhadap siksa yang sangat pedih di akhirat. Seorang yang tidak menuntaskan puasanya akan mendapat siksa yang sangat pedih di akhirat sebagaimana yang disebutkan dalam hadis berikut:
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا
بِضَبْعَيَّ وَسَاقَ الْحَدِيثَ، وَفِيهِ قَالَ: ثُمَّ انْطَلَقَا بِي فَإِذَا
قَوْمٌ مُعَلَّقُونَ بِعَرَاقِيبِهِمْ ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ
أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ
يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
“Pada saat kami
tidur, ada dua orang laki-laki yang menghampiriku seraya membopong saya”, lalu
beliau melanjutkan ucapannya yang di antaranya: “Kemudian mereka berdua
membawaku, kemudian terlihat ada suatu kaum yang sedang digantung di tunggangan
mereka, pipi bagian bawahnya robek dan mengalirkan darah, saya berkata: “Siapa
mereka ?”, dia berkata: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum
puasanya sempurna”. [HR. An-Nasa’i]
Langkah dalam Menuntaskan Puasa di
Bulan Ramadhan
Pertama: Senantiasa
menghadirkan dalam benak kita akibat buruk meninggalkan ibadah puasa sebelum
tuntas. Jangan sampai siksaan dan hukuman bagi orang yang tidak menuntaskan
puasa hanya terbayang dalam benak saat membaca maupun mendengar hadis tentang
ini. Namun tidak diamalkan dalam diri, yaitu berusaha menjaga puasa hingga
menjelang buka puasa dengan cara selalu mengingat ancaman bagi yang
meninggalkannya.Ingatan terkait dengan puasa sudah sepantasnya diiringi dengan ingatan akan pahala yang akan didapatkan jika dikerjakan selama bulan ramadhan. Gambaran ini, dimaksudkan untuk mendorong diri agar menuntaskan ibadah puasa ramadhan.
Kedua: Senantiasa berkumpul dengan orang-orang yang rajin beribadah.
Kebersamaan seorang muslim di tengah komunitas orang-orang saleh akan memberikan imunitas kepada dirinya sehingga ia tidak mudah terpedaya oleh dorongan syahwatnya dan tidak mudah pula terperangkap oleh tipu daya setan.
Rasulullah SAW bersabda; Hendaknya kalian berkomitemen terhadap jamaah, dan waspada terhdap perpecahan, karena setan akan bersama seorang yang sendirian dan ia dari dua orang akan lebih menjauh [HR Tirmidzi]
XI IPS1
https://forms.gle/oPXAZFGCgfqJaX5e8
XI IPS3
https://forms.gle/TbuESi8TrcMFkvpaA
Langganan:
Postingan (Atom)
PHB BAHASA INDONESIA X dan XI
PHB BAHASA INDONESIA X https://forms.gle/3c4mk86SdT2sLxBL6 PHB BAHASA INDONESIA XI https://forms.gle/xfrqHEsjNDRi9toL9
-
Bacalah teks dibawah ini dan kerjakan digogle form1 https://forms.gle/WoRfD5uPtLzscvox8
-
Soal PHB Bahasa Indonesia Kelas XI Waktu : 11.30 - 12.30 1. Apa saja sistematika penulisan proposal kegiatan? 2. Apa saja sistematika penu...
-
Kegiatan 2 Menemukan Gagasan Umum dan Fakta Penting dalam Teks Eksplanasi Perhatikanlah cuplikan teks berikut. Gagasan umum teks ...