DATA SISWA YANG RESPON

Selasa, 04 Oktober 2011

TEORI-TEORI HUMOR

Dalam berpidato, ceramah atau ketika Anda menjadi seorang pembicara dalam suatu presentasi atau yang lainya, Anda pasti berfikir untuk menyenangkan pendengar Anda. Kesenangan terlihat paling tidak ketika mereka tertawa dan pastilah hal itu dapat memuaskan kita sebagai pembicara. Apa yang membuat orang tertawa? Upaya untuk menjawab pertanyaan ini ternyata telah dilakukan bukan hanya oleh para pelawak tetapi juga para filusuf. Berikut ini beberapa teori humor para filusuf yang diambil dari buku RETORIKA MODERN Pendekatan Praktis karya Jaluluddin Rachmat, yaitu teori superioritas degradasi, teori bisosiasi dan teori pelepasan inhibisi.
Teori superioritas dan degradasi. Kita tertawa bila menyaksikan sesuatu yang janggal (mengikut Plato), atau kekeliruan atau cacat (kata Aritoteles). Objek yang membuat kita tertawa adalah objek yang ganjil, aneh, menyimpang.kita tertawa karena tidak mempunyai sifat-sifat objek yang “menggelikan”. Sebagai subjek kita mempunyai kelebihan (superioritas), sedangkan objek trtewa kita mempunyai sifat-sifat yang rendah.
Teori ini tepat untuk menganalisis jenis-jenis humor yang termasuk satire. Satire adalah jenis humor yang mengungkapkan kejelekan, kekeliruan atau kelemahan orang, gagasan, lembaga untuk memperbaikinya. Satire dapat bersifat langsung dengan membongkar hal-hal yang jelek atau membesar-besarkannya; atau tidak langsung, melalui exaggeration, parodi, ironi dan burlesque. Contoh :
· Berikut ini kutipan dari majalah humor (22 Juli, 11 Agustus 1992) yang berupa Exaggeration, berjudul “Kiat Berhenti Merokok”:
1. Olah raga secara rutin. Pagi lari marathon, siang angkat besi, sore tinju, malam yoga, pagi lari. Begitu seterusnya. Dijamin tidak ada waktu untuk merokok.
2. Buang semua peralatan merokok, seperti pipa, asbak, dan kios penjual rorok yang mangkal di depan rumah Anda. Jangan keterusan membuang jari dan mulut Anda. Repot akibatnya.
3. …………………..
Teori bisosiasi. Teori ini dirumuskan oleh Arthur Koestler, tapi berasal dari filusuf-filusuf besar seperti Pascal, Kant, Spencer, Schopenhauer. “Kita tertawa”, kata filusuf yang terakhir disebutkan, “bila secara tiba-tiba kita menyadari ketidaksesuaian antara konsep dengan realitas yang sebenarnya”. Ia memberikan contoh dengan kisah ini: Beberapa orang sipir penjara mendapat kesempatan bermain kartu dengan seorang napi. Ternyata napi itu mengecoh mereka. Para sipir marah dan menedang napi itu keluar penjara.
Menurut Koestler, dalam contoh tersebut ada dua hal yang berbenturan: napi harus dihukum di penjara dan pengecoh harus ditendang keluar. Dua hal ini sama-sama benar. Tetapi ketika kita menyadari bahwa napi itu ditendang keluar penjara, kita tiba-tiba menyadari adanya kejanggalan.
Menurut teori ini, humor timbul karena kita menemukan hal-hal yang tidak diduga, atau kalimat (juga kata) yang menimbulkan dua macam asosiasi. Yang pertama kita sebut tehnik belokan mendadak (unexpected turns); kata yag kedua, asosiasi ganda (puns). Contoh :
· Di bawah ini, Jalaluddin Rachmat mengutip humor-humor dari Mama Papa Hua Ha Ha Ha:
Wanita itu berkata, “Suami yang saya inginkan adalah yang bias melawak, bernyanyi dan bercerita; yang bila malam dengan setia menemani saya di rumah; yang bisa diam bila saya tidak ingin mendengarnya”.
Temannya menyela, “Saya rasa yang perlu kamu cari adalah pesawat televisi. Bukan laki-laki”.
Paul sedang menceritakan teman wanita yang sangat dicintainya agak mengeluh, “Kami bermaksud menikah tetapi keluarganya keberatan”.
“Siapa yang tidak menyetujui perniokahan kalian, Paul? Ayah dan Ibunya?”
“Bukan! Ayah dan Ibunya justru mendukung kami.”
“Lantas siapa?”
“Suami dan anaknya.”
Teori Pelepasan Inhibisi. Ini adalah teori yang paling “teoritis”, sehingga tidak begitu banyak manfaatnya buat kita. Seperti Anda lihat dari istilah inhibisi, teori ini diambil dari Sigmund Freud. Kita banyak menekan kea lam bawah sadar kita pengalaman-pengalaman yang tidak enak atau keinginan-keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Salah satu di antara dorongan yang kita tekan itu adalah dorongan agresif. Dorongan agresif masuk ke alam bawah sadar kita dan bergabung dengan kesenangan bermain dari masa kanak-kanak kita.
Bila kita lepaskan dorongan ini dalam bentuk yang bisa diterima oleh masyarakat, kita melepaskan inhibisi. Kita merasa senang karena lepas dari sesuatu yang menghimpit kita. Kita melepaskan diri dari ketegangan. Kita senang. Karena itu kita tertawa. Bersama Freud, yang menganut teori ini adalah filusuf-filusuf Charles Bernard Renouvier, Agute Penjon dan John Dewey. Kecuali yang terakhir, hampir semua dari nama-nama itu tidak begitu Anda (juga Jalaluddin dan saya) kenal.

PHB BAHASA INDONESIA X dan XI

  PHB BAHASA INDONESIA X https://forms.gle/3c4mk86SdT2sLxBL6 PHB BAHASA INDONESIA XI https://forms.gle/xfrqHEsjNDRi9toL9